Bahasa Arab Fushah, Bahasa Arab Muwalladah dan Bahasa Arab Mu’arrabah
Oleh : Syahril Siddiq
Bahasa Arab Fushah, Bahasa Arab Muwalladah dan Bahasa
Arab Mu’arrabah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakat alat komunikasi antara satu bangsa
dengan bangsa lain. bangsa arab merupakan bangsa yang sangat panatisme terhadap
bahasanya, sehingga dengan penuh keyakinan mereka mengatakan bahwa al-Qur’an di
turunkan dengan menggunakan bahasa arab,karena pada hakekatnya,Nabi Muhammad
SAW di lahirkan di bangsa arab.
Kecintaan
orang Arab akan bahasanya ini, membuat bahasa Arab begitu cepat berkembang.
Namun banyak faktor lainnya yang mempengaruhi bahasa Arab berkembang sedemikian
cepat, yang terpenting di antaranya adalah datangnya Islam.
Orang-orang
Arab (pendatang) mulai berasimilasi dan bersosialisasi dengan pribumi karena kelompok
sosial ini semakin hari semakin bercampur. Pada saat yang bersamaan, penduduk
asli (pribumi) pun kemudian merasa butuh dan berkepentingan untuk mempelajari
bahasa Arab yang di gunakan oleh orang-orang arab.
B. Rumusan Masalah
Dengan
uraian singkat di atas dapat di ambil beberapa permasalahan, antara lain:
- Apa dan bagaimana bahasa arab Fushah!
- Apaa dan bagaimana bahasa arab Muwalladah!
- Apa dan bagaimana bahasa arab Mu’arrabah!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Fusha
Bahasa
Arab fusha (Arab Fasih), yaitu Bahasa Arab yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan
Hadits Nabi. Bahasa Arab Fusha ini juga biasa digunakan dalam penulisan
kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama salaf dan itu terus berlanjut sampai
sekarang. Selain itu, Bahasa Arab fusha ini juga biasa digunakan dalam bahasa
pengantar resmi di kampus-kampus atau universitas-univeristas Islam
di Timur Tengah.
Bahasa
Arab fusha, bisa digunakan di negara manapun. Bila mana kita berbicara dengan
orang Amerika, Inggris, Spanyol, Thailand atau Negara lainnya di belahan dunia
ini, maka kita akan bisa saling memahami pembicaraa kalau mereka juga
menggunaka Bahasa Arab fusha pula.
Jadi di sini jelas bahwa Bahasa Arab yang digunakan
sekarang ini sama dengan Bahasa Arab Al-Qur’an asalkan Bahasa Arab yang
digunakan itu Bahasa Arab fusha dan sesuai dengan kaidah ilmu Nahwu, Sharaf dan
Balahgah.
B. Al-Muwalladah
Orang
Arab sangat mencintai bahasa Arab hingga tingkat mengsakralkan. Mereka
memandang otoritas yang ada dalam bahasa Arab tidak hanya mengekspresikan
kekuatan bahasa, tetapi juga kekuatan mereka. Mengapa demikian? sebab hanya
orang Arab yang mampu menguasai bahasa ini dan menaikkannya sampai tingkat
ekspresi Bayani yang membedakan mereka dari yang lain.
Dari sebab ini tidaklah heran kalau bahasa Arab kaya akan
kosakata terutama pada konsep-konsep yang berkenaan dengan kebudayaan dan
kehidupan mereka sehari-hari. Kata
Unta, Kuda, Pasir, Kurma dan Tenda, misalnya, memiliki puluhan bahkan
ratusan kosakata untuk mengungkapkan jenis, kualitas, kondisi dan jumlahnya.
Kecintaan
orang Arab akan bahasanya ini, membuat bahasa Arab begitu cepat berkembang.
Orang-orang Arab (pendatang) mulai berasimilasi dan bersosialisasi dengan
pribumi karena kelompok sosial ini semakin hari semakin bercampur. Pada saat
yang bersamaan, penduduk asli (pribumi) pun kemudian merasa butuh dan
berkepentingan untuk mempelajari bahasa Arab. Alasan mereka setidaknya untuk
dapat saling mengerti dan memahami dalam berkomunikasi dengan orang-orang Arab
yang bahasanya masih asing bagi mereka.
Maka,
terbentuklah persatuan dua kelompok yang masing-masing memiliki perbedaan
bahasa, budaya dan kelas sosial. Penduduk Mesir yang tadinya berbahasa koptik
Mesir, mulai mempelajari –secara langsung– bahasa Arab.
Pada
saat itu, berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa Arab yang fasih ( Arab
standar) menunjukkan ketinggian martabat sosial dan kelas tersendiri di
masyarakat. Oleh karenanya, kalangan pejabat dan penguasa pada saat itu
berkepentingan mendidik keturunan mereka dengan bahasa yang memungkinkan mereka
mudah meraih kursi kekuasaan.
Tidak
cukup dengan itu, mereka pun mengirim anak-anak dan generasi-generasi mereka ke
wilayah yang dihuni masyarakat Badui di Hijaz. Anak-anak mereka sengaja dikirim
ke Badui untuk mempelajari dan mendalami bahasa Arab yang masih bersih. Maka
jelaslah, bahwa sejak sepertiga akhir abad pertama Hijriyah, bahasa Arab sudah
mencapai dan menduduki posisi sedemikian tinggi, terhormat dan sangat kuat di
wilayah-wilayah yang menjadikan Islam sebagai agama resmi.
Orang-orang
pribumi yang ingin bekerja di pemerintahan disyaratkan untuk fasih berbahasa
Arab, dan ini merupakan langkah positif yang cukup massif. Tapi satu hal yang
tidak bisa dilewatkan, adalah bahwa antusiasme mereka mempelajari bahasa Arab
adalah karena dorongan agama.
Namun
demikian, perkembangan ini tidak berjalan mulus. Percampuran yang tidak
terbendung dari dua kelompok (pendatang dan pribumi) ini tidak bisa
menghindarkan perkawinan di antara anggota kelompok yang berbeda ini.
Generasi-generasi yang lahir dari perkawinan ini ternyata kurang menguasai
bahasa Arab dengan baik. Hal ini ditambah dengan mengendurnya semangat
berbahasa Arab di lingkungan keluarga pejabat/penguasa.
Hal
inilah yang kemudian mengundang keprihatinan tokoh-tokoh intelektual muda untuk
melakukan gerakan pemurnian bahasa Arab. Tokoh-tokoh intelektual muda itu
merupakan kolaborasi Arab-Non Arab. Salah satu peran besar yang diukir
pemerintahan Bani Umayyah, lewat gerakan ini adalah penggunaan bahsa Arab
sebagai media bahasa karang mengarang (karya tulis).
Pada saat itu bahasa Amiyah sebagai campuran bahasa (
Arabiyah Muwalladah) antara kelompok dua bahasa yang berbeda tadi menjadi tren
bahasa kelas menengah dan rendah bahkan kaum terpelajar.
Pada tahap selanjutnya, bahasa Arab Amiyah atau al-
Muwalladah tersebut kemudian berubah menjadi bahasa percakapan dan alat
komunikasi yang akhirnya berbeda jauh dengan bahasa Arab Fusha dalam beberapa
hal. Misalnya perbedaan yang menyangkut
segi tata bunyi ( Al-Ashwat, Fonologi), bentuk kata (Al-Sharf, Morfologi), tata
kalimat (Al-Nahwu, Sintaksis), maupun kosakata (Al-Mufradat, Vokabulari).
Namun
sejak pertengahan abad dua sampai awal abad tiga Hijriyah, terjadi pertarungan
antara bahasa Arab Fusha dengan bahasa Arab Amiyah. Bahasa Arab Fusha yang
digawangi orang-orang Arab Badui, yang tidak henti-hentinya didatangkan ke
pusat pemerintahan Bani Abbasiyah berhadapan dengan bukan hanya orang-orang
awam yang memang menggunakan bahasa Amiyah ini dalam pergaulan sehari-hari,
tapi juga dengan terbitnya buku-buku ilmiah yang ditulis dengan bahasa Arab
yang kurang murni karena mengandung gaya bahasa dan kata-kata bahasa Arab
Muwalladah.
Pada perkembangan selanjutnya, bahasa Arab badui sudah
tidak lagi menjadi sandaran ketergantungan penguasa dan rakyat karena berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
itu antara lain bahasa Arab abad ini sudah menjadi bahasa yang mantap karena ia
sudah menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Namun demikian, bahasa Arab Badui tidak semuanya
ditinggalkan, masih ada sebagian kecil dari para penyusun kamus yang masih
berminat melakukan pengamatan ke pedalaman gurun sahara dalam rangka
mengumpulkan bahan-bahan, baik kata-kata ataupun gaya bahasa yang langsung
diperoleh dari lingkungan Badui.
C. Mu’arrabah
Yang
murni Arab tidak ada. Di dalam Alquran banyak sekali bahasa-bahasa lain.
Menurut seorang ulama Arab yang hidup 1100 lalu, dalam bukunya Al-Mu’arrab,
banyak sekali istilah-istilah yang sangat sentral dalam Islam yang berasal dari
bahasa lain.
Misalnya
shirath; al-shirath al-mustaqim, jalan yang lurus. Shirath ternyata
dari Bahasa Latin “strada”. Juga al-Qisth (keadilan). Qisth ternyata berasal
dari bahasa Yunani, yang setelah diadopsi ke dalam bahasa Inggris menjadi just,
sebab perubahan dari Q ke G atau J itu biasa. Maka qisth itu adalah just dalam
Bahasa Inggris. Qisthash itu adalah justice. Jadi jangan dikira bahwa bahasa
Arab dalam Alquran itu semuanya Arab murni.
Puncak dari pegarabisasian (bahasa lain di jadikan bahasa
arab) pada zaman khalifah al-ma’mun. yang pada masa itu di adakan penterjemahann
karya-karya para ilmuan ke dalam bahasa arab. Mereka mengarabkan istilah-istilah yang telah ada,
istilah-istilah itu mencakup: istilah kedokteran, istilah kimia,istilahh ilmu
perbintangan, serta istilah filsafat.
Sedangkan Pada Masa Jahiliyyah Pun Mereka Telah
Mengarabkan Kosa Kata dari Bahasa Persia Seperti al-daulabu, sedangkan
dalam bahasa india atau bahasa sansekerta antara lain al-jamus,
al-syatranji, al-shandal, serta dari bahasa yunani antara lain al-qintar.
Menurut
as-Suyuti di dalam al-quran terdapat bahasa Rum yaitu: al-Qistas. Ada
pula bahasa Persia antara lain: al-istibraq. Bahasa india tuba. Serta
ada bahasa habssyiah antara lain: al-araaik.
D. Serapan Dari Satu Bahasa ke Bahasa
Lain
Serapan
dari bahasa lain adalah hal yang sangat lumrah dan pasti terjadi pada semua
bahasa. Karena toh sebenarnya menurut para ahli bahasa, antara satu bahasa
dengan bahasa lain saling terkait secara historis. Bahkan sebenarnya, menurut
mereka, tiap-tiap bahasa punya induk dan tiap-tiap induk sebenarnya berasal
dari satu sumber.
Maka
bila dalam bahasa yang digunakan oleh orang Arab, ada terdapat satu dua kosa
kata yang merupakan serapan dari bahasa lain, sangat logis dan masuk akal.
Malahan, boleh dibilang tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang tidak punya
unsur serapan dari bahasa lain. Di dalam bahasa arab, ada beberapa unsur
serapan dari bahasa lain. Dan sebaliknya, di dalam bahasa lain pasti terdapat
begitu banyak serapan dari bahasa Arab.
Adanya
fenomena unusr serapan dari bahasa lain, sebenanya sama sekali tidak mengganggu
identitas suatu bahasa. Al-Quran tetap saja dikatakan berbahasa Arab, meski ada
beberapa istilah yang oleh para ahli sejarah bahasa dikatakan bukan sebagai
asli dari bahasa Arab.
Dan
sejak dahulu para ulama ternyata sudah banyak mendiskusikan hal ini. Kita
menangkap setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang, pendapat pertama dan
kedua saling berbeda dan pendapat ketiga agaknya ingin menyatukannya.
1. Pendapat Pertama: Quran Seluruhnya
Bahasa Arab
Pendapat
pertama mengatakan bahwa Al-Quran 100% berbahasa arab, tidak ada unsur serapa
dari bahasa lain. Hal itu karena di dalam Al-Quran disebutkan secara tegas dan
lebih dari satu kali tentang hal itu. Maka tidak pada tempatnya kalau kita
mengatakan bahwa di dalam Al-Quran ada bahasa selain bahasa Arab.
2. Pendapat Kedua: Dimungkinkan Adanya
Bahasa Selain Arab dalam Al-Quran
Di
antara yang berpendapat seperti ini adalah Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam,
Al-Khuwayyi, Ibnu An-Naqib dan Al-Imam Asy-Syukani. Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, Mujahid, Ibnu Ikrimah, Atha’ dan lainnya dari ahli ilmu bahwa mereka
telah menyatakan terdapat banyak bahasa ajam (non-arab) di dalam Al-Quran.
Di
antaranya lafadz: thaha, al-yammu, at-thuur, ar-rabbaniyyuun, semuanya
adalah bahasa Suryaniyah. Lafadz misykat serta kiflaini berasal
dari serapan bahasa Romawi. Sedangkan lafadz shirath, qisthas, firdaus
dan sejenisnya berasal dari serapan bahasa Habasyah. Semua ini adalah pendapat
Abu Ubaid yang dianggap sebagai ahli ilmu dari kalangan fuqaha’.
Para ahli Nahwu (nuhat) telah bersepakat bahwa di
dalam Al-Quran ada begitu banyak lafadz yang mamnu’ minas-sharf, baik
karena merupakan al-‘alam (nama) atau karena kenon-araban (‘ajam),
seperti lafadz Ibrahim.
3. Pendapat Ketiga: Pertengahan
Pendapat ketiga memandang bahwa
hujjah yang mewakili pendapat pertama dan kedua sama-sama kuat, tidak bisa
dipatahkan begitu saja. Jadi pendapat ketiga ini agaknya ingin mengkompromikan
kedua pendapat yang saling berbeda.
Misalnya, mereka katakan bahwa meski suatu lafadz awalnya
dianggap bukan dari bahasa arab, namun kemudian berubah menjadi bahasa arab. Sehingga ketika Al-Quran turun,
lafadz itu sudah dikenal oleh bangsa arab dan sudah dianggap menjadi bagian
dari bahasa arab. Maka kedua pendapat itu tidak salah dan tidak bertentangan
secara hakikatnya.
Yang mengatakan bahwa lafadz itu bukan bahasa arab, tidak
bisa disalahkan karena mereka bisa dari asal muasal sejarah lafadz itu yang
memang bukan arab. Tapi yang
mengatakan bahwa lafadz itu adalah lafadz bahasa arab juga benar, sebab pada
saat Al-Quran diturunkan lafadz itu sudah menjadi bagian dari bahasa arab.
BAB III
KESIMPULAN
- Bahasa Arab fusha (Arab Fasih), yaitu Bahasa Arab yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Bahasa Arab Fusha ini juga biasa digunakan dalam penulisan kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama salaf. Bahasa Arab fusha ini juga biasa digunakan dalam bahasa pengantar resmi di kampus-kampus atau universitas-univeristas Islam di Timur Tengah.
- Bahasa arab muwalladah merupakan bahasa arab yang lahir tatkala adanya percampuran antara orang-orang keturunan arab dengan orang non araab serta melahirka satu bahasa. Percampuran yang tidak terbendung dari dua kelompok bangsa arab dan non arab dengan adanya perkawinan di antara anggota kelompok yang berbeda ini menyebabkan lahirnya berbagai macam istilah baru yang mereka serap dari berbagai bahasa (dialek) yang telah ada.
- Bahasa arab mu’arrabah adalah bahasa bukan arab (bahasa ajam) yang di jadikan bahasa arab akibat dari kemajuan Islam. Mereka terus mengadakan penterjemahan dari berbagai bahasa ke dalam bahasa arab, dan mereka secara tidak lansung telah memasukan berbagai macam istilah ke dalam bahasa arab
0 Response to "Bahasa Arab Fushah, Bahasa Arab Muwalladah dan Bahasa Arab Mu’arrabah"
Post a Comment