Islam sebagai Teologi Pembebasan
Oleh : Syahril Siddiq
Dalam
dataran histories-empiris, kehadiran Islam di bumi Arab pada satu sisi
merupakan risalah pentauhidan, pengesaan Tuhan sebagai sesembahan Tunggal.
Risalah pentauhidan ini disampaikan oleh seorang manusia sempurna, Muhammad
kepada masyarakat Arab Jahiliyah yang telah menciptakan objek sesembahan baru
berupa patung-patung berhala seperti Latta dan Uzza. Di sisi lainnya, kehadiran
Islam di tengah masyarakat Arab Jahiliyah juga diyakini sebagai awal lahirnya
risalah pembebasan manusia dari ketertindasan, kebodohan, perbudakan dan
diskriminasi struktur sosial di masyarakat Arab Jahiliyah.
Maka, kehadiran
Muhammad di bumi Arab dengan risalah keislamannya telah berhasil membawa
perubahan, baik dalam dataran teologis tauhid yang berwujud pengesaan Tuhan,
maupun teologi sosial yang berimplikasi pada perubahan system struktur
masyarakat Arab Jahiliyyah.
Buku karya
Abad Badruzaman berjudul “Teologi Kaum Tertindas” ini adalah salah satu karya
yang mencoba mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an terkait dengan persoalan teologis,
baik tauhid maupun sosial. Berangkat dari pemahaman akan banyaknya ayat-ayat
Al-Qur’an yang berbicara tentang kaum mustadh’afin, kaum tertindas dan
termarjinalkan menginspirasi penulis untuk mengelaborasikannya dengan
pendekatan keindonesiaan. Sehingga, ayat-ayat yang semula hanya dapat dipahami
sebagai teks yang bersifat temporal dan melangit dapat diterjemahkan dan
diaplikasikan dalam konteks kekinian dan keindonesiaan.
Secara umum
pembahasan buku ini terdiri atas dua bagian pokok. Pertama, berupa pembahasan
tentang ayat-ayat mustadh’afin, baik ayat-ayat yang secara eksplisit menyebut
kata mustadh’afin dalam berbagai bentuknya maupun ayat-ayat yang hanya
menggambarkan substansinya semata. Bagian kedua berupa pembahasan khusus
tentang kaum mustadh’afin dalam bidang ekonomi. Dengan demikian, buku ini
menjadi sebuah kajian tematik berkenaan dengan ayat-ayat mustadh’afin yang
memang banyak dibicarakan dalam Al-Qur’an.
Sementara
itu, penggunaan pendekatan keindonesiaan yang dilakukan penulis pada dasarnya
dilatar belakangi oleh adanya keyakinan, lebih tepatnya suatu pemahaman yang
mengakar di tengah umat Islam. Keyakinan ini berhubungan dengan anggapan bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an merupakan teks yang sempurna. Artinya, ayat-ayat Al-Qur’an
mampu meneropong segala zaman ataupun ajarannya dipercaya akan mampu
diaplikasikan dimanapun dan sampai kapanpun. Sejalan dengan pemikiran penulis,
Alm. Nur Cholis Najib berpendapat bahwa substansi ajaran Islam memang relevan
dengan setiap zaman dan di setiap tempat.
Dalam
konteks inilah, umat Islam yang memiliki perspektif demikian belum memahami
dengan baik akan dimensi temporal teks-teks Al-Qur’an. Dengan kata lain bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an seharusnya juga dipahami sebagai teks yang turunnya
menyesesuaikan dengan kondisi dan situasi pada saat itu. Teks tersebut adalah
jawaban yang memiliki relevansi dengan problematika masyarakat Arab di masa
Muhammad.
Maka,
ayat-ayat Al-Qur’an harus ditafsirkan ulang dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan di masa kini. Oleh karenanya, Abad Badruzaman melihat
bahwa sangat penting adanya sebuah pendekatan keindonesiaan untuk mengkaji ayat-ayat
Al-Qur’an agar sesuai dengan problematika yang dihadapi umat Islam, khususnya
di Indonesia.
Sebagaimana
telah disinggung, penulis buku ini hanya mengkhususkan kajiannya pada ayat-ayat
yang berbicara tentang persoalan teologis, baik tauhid dan sosial. Terutama
pada persoalan yang kedua, menurut penulis, fakir miskin, anak yatim,
peminta-minta dan hamba sahaya adalah kaum mustadh’afin yang berarti
orang-orang yang dianggap lemah, dilemahkan atau tertindas. Istilah
mustadh’afin muncul sebagai akibat dari proses istidh’af (penghinaan, pelemahan
atau penindasan). Proses ini kemudian menjadi salah satu prolematika yang harus
dihadapi oleh umat muslim dalam berbagai aspek kehidupannya.
Penggunaan
istilah mustadh’afin sendiri menjadi tema pokok yang diangkat oleh Al-Qur’an
sebagai seruan untuk membebaskan manusia dari beban ataupun kesulitan ekonomi
yang menjerat mereka. Rupanya, ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait dengan
permasalahan ini tidak hanya berupa teks-teks naratif informative.
Lebih dari
itu, Al-Qur’an juga menyertakan solusi atas problematika yang ada. Solusi yang
ditawarkan Al-Qur’an pada gilirannya sejalan dengan risalah keislaman itu
sendiri. Al-Qur’an yang merupakan sumber utama dari teks-teks ajaran Islam
kemudian menguatkan stereotip bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Dalam
konteks keindonesiaan, menurut Abad Badruzaman, solusi Al-Qur’an atas
problematika kemiskinan, krisis ekonomi tidak akan dapat diaplikasikan dengan
baik apabila pemerintah tidak mengambil bagian di dalamnya. Bagaimanapun,
problematika yang begitu komplek di negeri ini mewajibkan seluruh elemen, baik
pemerintah maupun rakyat untuk selalu menjalin kerjasama dalam mengatasi
permasalahan tersebut.
Relevansinya
bertemali dengan seruan Al-Qur’an yang memerintahkan kepada rakyat suatu Negara
untuk selalu mentaati perintah penguasa selama dalam konteks kebenaran. Namun,
solusi yang diberikan Al-Qur’an tidak akan berjalan efektif selama kedua elemen
tersebut ; penguasa dan rakyat, tidak pernah menemukan titik temu. Penguasa
bertindak lalim dengan mengkorupsi uang rakyatnya, sementara itu rakyatnya akan
terus membangkang mereka dan tetap hidup dalam jerat kemiskinan.
Melalui buku
ini, penulis sangat berharap agar problematika bangsa Indonesia, yakni krisis
ekonomi yang membelenggu negeri ini selama 1 dekade terakhir dapat segera
menemukan solusinya. Dan solusi tersebut, menurut penulis, hanya dapat
ditemukan apabila umat mau kembali merujuk pada teks-teks Al-Qur’an. Kehadiran
buku ini setidaknya menjadi salah satu usaha seorang Abad Badruzzaman dalam
rangka pencarian solusi problematik yang ada dalam Al-Qur’an itu.
Selain itu,
buku ini diharapkan juga dapat memperkaya khazanah keilmuan kita, khususnya
dalam bidang ilmu tafsir mengingat Indonesia masih belum banyak melahirkan para
ahli ilmu tafsir. Akhirnya, buku ini sangat menarik untuk dijadikan sumber teks
kajian keilmuan tafsir yang tematik sesuai dengan sesuai dengan pengambilan
objek kajian buku ini yang cenderung tematik.***
Terimakasih penjelasannya tentang Islam sebagai Teologi Pembebasan.
ReplyDeletemampir ke Muslimlife ID agar lebih paham lagi
semoga berkah